February 25, 2010

SEMBILAN NASIHAT UTAMA


Jafar ash-Shâdiq lebih jauh memberi sembilan nasihat pokok kepada ‘Unwân. Beliau berkata: Aku menasihatimu dengan sembilan hal. Tiga menyangkut latihan kejiwaan, tiga menyangkut kelapangan dada, dan tiga lainnya menyangkut pengetahuan.

Jafar ash-Shâdiq, yang penulis angkat nasihatnya dari buku Muhammad al-Ghazali Rakâiz al-Imân Baina al-Aql wa al-Qalb, lebih jauh memberi sembilan nasihat pokok kepada Unwân yang mendesak untuk dinasihati. Beliau berkata: Aku menasihatimu dengan sembilan hal. Tiga menyangkut latihan kejiwaan, tiga menyangkut kelapangan dada, dan tiga lainnya menyangkut pengetahuan.


Yang menyangkut latihan kejiwaan adalah: Jangan sekali-kali memakan sesuatu yang hatimu tidak menginginkannya, karena itulah yang dapat menimbulkan kekeraskepalaan, jangan juga makan jika engkau tidak lapar, dan bila engkau makan, ucapkanlah Bismillâh dan ingatlah hadits Rasulullah saw. yang menyatakan: Tidak ada suatu wadah yang dipenuhkan manusia yang lebih buruk dari perutnya. Kalaupun ia harus memenuhkannya, maka hendaklah sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga sisanya untuk pernafasannya.


Tidak dapat disangkal bahwa untuk hidup kita perlu makan, tetapi bukan untuk makan kita hidup. Agama tidak membenarkan kita mengurangi kadar kebutuhannya dari makanan yang bergizi, karena itu dapat menghambat fungsi biologis dan kewajiban ibadah kepada-Nya, tetapi itu tidak berarti berlebih-lebihan dalam kadar dan ragam makanan.

Beruntung siapa yang memiliki kemampuan jika melaksanakan tuntunan ini, dan beruntung pula yang kondisi kesehariannya tidak memungkinkan ia berlebih-lebihan, selama keadaannya itu dijadikannya titik tolak untuk mempraktekkan pesan Rasul saw. dan nasihat cucu beliau itu.


Yang pertama menyangkut kelapangan dada adalah: Siapa yang berkata kepadamu: Jika engkau mengucapkan satu kata (buruk), kamu akan mendengar dariku sepuluh, maka katakanlah kepadanya: Bila engkau mengucapkan sepuluh kata, maka engkau tidak akan mendengar dariku walau satu kata. Yang kedua adalah: Siapa yang memakimu, maka katakanlah kepadanya: Jika makianmu benar, maka aku bermohon semoga Allah mengampuniku, dan bila keliru, maka semoga Allah mengampunimu. Yang ketiga adalah: Siapa yang mengancammu dengan kebinasaan, maka jawablah ancamannya dengan nasihat dan doa.


Kata atau kalimat, memiliki wadah, isi wadah bisa baik dan bisa buruk, dan bisa juga tidak berisi sesuatu. Wadah yang kecil jika berisi sesuatu yang berharga, jauh lebih baik dari wadah yang besar yang berisi sesuatu yang kurang nilainya. Di sisi lain, wadah yang tidak berisi sesuatu apapun, lebih baik dari yang berisi sampah yang menjijikkan. Kata atau kalimat diibaratkan juga sebagai ovum. Menanggapinya sama dengan membuahi ovum itu dengan sperma. Pertemuan antara sperma dan ovum melahirkan anak-anak atau kalimat baru yang beranak cucu, dan bila tidak terjadi pertemuan atau tidak dibuahi, ia menjadi sia-sia bagaikan haid yang keluar setiap bulannya dari rahim seorang wanita dewasa.


Nasihat Ja’far ash-Shâdiq di atas adalah berkaitan dengan kata-kata buruk. Beliau melarang menanggapinya. Ini, agar tidak lahir anak-anak baru dari pertemuan kata/kalimat dengan kalimat yang pada gilirannya mengakibatkan putusnya hubungan.


Adapun yang menyangkut ilmu, maka nasihatku adalah: Tuntutlah ilmu dengan tujuan mengamalkannya; bertanyalah kepada yang tahu apa yang engkau tidak tahu, tetapi jangan bertanya untuk menguji; dan menghindarlah dari berfatwa sebagaimana menghindar dari singa. Apakah engkau ingin batang lehermu menjadi jembatan yang dilalui orang menuju ke neraka?

Demikian sembilan nasihat yang cukup jelas untuk dipahami, walau tidak mudah melaksanakannya. Namun demikian, semoga kita mampu. Demikian, wallâhu a’lam.

Sumber :
Disunting dari Buku "Menjemput Maut" karya M. Quraish Shihab.
http://www.psq.or.id/



Karamah


Karamah adalah kejadian di luar kebiasaan (tabiat manusia) yang Allah anugerahkan kepada seorang hamba tanpa disertai pengakuan (pemiliknya) sebagai seorang nabi, tidak memiliki pendahuluan tertentu berupa doa, bacaan, ataupun dzikir khusus, yang terjadi pada seorang hamba yang shalih, baik dia mengetahui terjadinya (karamah tersebut) ataupun tidak, dalam rangka mengokohkan hamba tersebut dan agamanya.“ Dan termasuk dari prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini adanya Karomah para wali dan apa-apa yang Allah perbuat dari keluarbiasaan melalui tangan-tangan mereka baik yang berkaitan dengan ilmu, mukasyafat (mengetahui hal-hal yang tersembunyi), bermacam-macam keluarbiasaan (kemampuan) atau pengaruh-pengaruh.” Karomah ini tetap ada sampai akhir zaman dan terjadi pada umat ini lebih banyak daripada umat-umat sebelumnya, yang demikian itu menunjukan keridhoan Allah Ta’ala terhadap hamba-Nya dan sebagai pertolongan baginya dalam urusan dunianya atau agamanya. Namun bukan berarti Allah Ta’ala benci terhadap orang-orang yang tidak nampak karomah padanya. Perkara “Karomah” ini telah tsabit (tetap) secara nash baik dalam Al Qur’an maupun Sunnah bahkan juga secara kenyataan. Kepada siapakah Karomah ini diberikan? Karomah ini Allah Ta’ala berikan kepada hamba-hamba-Nya yang benar-benar beriman serta bertaqwa kepada-Nya, yang disebut dengan wali Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman ketika menyebutkan tentang sifat-sifat wali-wali-Nya : “Ketahuilah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati, yaitu orang-orang yang beriman dan mereka senantiasa bertaqwa”. (QS. Yunus: 62-63)
http://www.facebook.com/dian.dinar?v=feed&story_fbid=325115503631#!/note.php?note_id=328617316554&comments

February 24, 2010

Tenaga Dalam


Tenaga dalam

Adalah suatu konsep yang populer di dalam masyarakat Melayu di Asia Tenggara terutamanya di Indonesia dan Malaysia.

Tenaga dalam dianggap suatu tenaga manusia yang mempunyai kekuatan luarbiasa. Tenaga dalam dibedakan dari tenaga luar manusia (yang biasanya disebut secara ringkas sebagai "tenaga" saja) yang berbentuk tenaga fisik seperti kekuatan otot tangan mengangkat barang.

Pada dasarnya setiap orang memiliki apa yang disebut dengan tenaga dalam, hanya saja mereka tidak mengetahui bagaiman cara membangkitkan atau mengembangkannya. Tenaga dalam itu itu sudah ada sejak manusia dilahirkan. Tetapi tenaga itu masih pasif dan sewaktu-waktu akan bangkit bila orang tersebut dalam keadaan panik, tidur berjalan, terhipnotis atau ketakutan yang luar biasa.

Contoh : Seseorang yang takut kepada anjing akan memiliki kemampuan yang luar biasa dalam berlari menghindari kejaran anjing yang berlari cepat. Bila terdesak, orang tersebut dapat melompati tembok setinggi 2 m dengan sekali lompat. Rasa takut yang berlebihan tersebut dapat membangkitkan tenaga dalamnya yang sedang 'tidur'. Secara otomatis tenaga dalam tersebut bangkit dan tersalur pada kedua kakinya yang sedang dipergunakan untuk berlari, tetapi setelah berhasil menyelamatkan diri kekuatan itu reda dan energi itu 'tidur' kembali. Kemudian orang itu baru menyadari bahwa dirinya telah melakukan sesuatu yang luar biasa.

Orang yang sedang tidur berjalan dapat melakukan hal-hal yang luar biasa dan tidak wajar apabila orang itu dalam keadaan sadar. Hal itu bisa dilihat dari gerakan akrobatik ketika orang tersebut tidur berjalan, seperti jalan di atas atap rumah atau mengigau tentang kejadian yang akan datang.

Hawa Panas dan Dingin

Tenaga dalam membentuk getaran-getaran yang tersalurkan pada urat-urat tubuh dan pembuluh-pembuluh darah apabila disalurkan. Getaran-getaran energi ini berbeda-beda, ada yang panas dan ada yang dingin, tergantung bagaiman cara orang itu berlatih. Energi panas (positif) dan energi dingin (negatif). Ukuran bangkitnya tenaga dalam yaitu dengan terasanya hawa hangat pada perut atau ulu hati. Hawa hangat ini tidak terpencar-pencar dan bisa kita salurkan ke bagian tubuh manapun yang kita mau. Makin lama hawa hangat itu semakin panas dan menyalurkannya semakin gampang.

Tenaga dalam ini apabila disalurkan pada suatu titik tertentu akan membentuk kekuatan yang dapat dipergunakan untuk menghancurkan benda-benda keras, pengobatan dan lain-lain. Energi inilah yang dipergunakan oleh kalangan persilatan di dalam menambah mutu silatnya, juga dapat dipergunakan sebagai senjata yang ampuh.

Tenaga dalam biasanya dikaitkan dengan aliran seni bela diri masyarakat Melayu. Dipercayai tenaga dalam ada pada diri semua manusia namun perlu dibangkitkan dengan kaedah-kaedah tertentu antara lain:

  1. Teknik pernafasan.
  2. Meditasi.
  3. Latihan jurus.

Dalam lingkungan masyarakat China, tenaga dalam sangat bergantung pada aliran chi dalam tubuh kita. Aliran chi adalah aliran tenaga adalah tenaga dari alam dan tubuh kita yang menyatu. Ini juga tergantung pada keyakinan Yin-Yang.

Tujuan-tujuan membangkitkan tenaga dalam, di antara lain, adalah seperti berikut:

  1. Untuk kesehatan mental dan fisik.
  2. Untuk bela diri jarak jauh.
  3. Tenaga fisik menjadi jauh lebih kuat apabila tenaga dalam sudah mencapai tingkat tertentu. Jadi bila dengan tenaga fisik biasa kita hanya mampu mengangkat beban 50 kg, dengan dibantu penyaluran tenaga dalam kita dapat mengangkat beban yang lebih berat dari itu.
  4. Untuk mempertajam panca indera. Jadi kelima panca indera mulai dari penglihatan, pendengaran, penciuman, indera peraba dan perasa menjadi lebih peka pada tingkatan tertentu ke atas.
  5. Untuk membangkitkan indera keenam. Indera keenam yang lazim disebut dengan Extra Sensory Perception (ESP) bila sudah bangkit maka firasat kita akan menjadi tajam dan bisa mengetahui adanya bahaya sebelum terjadi. Selain itu juga bisa mengetahui niat jahat seseorang hanya dengan melihat sekilas raut wajah orang tersebut.
  6. Untuk menghancurkan benda-benda keras. Target kesanggupan memecahkan benda keras tersebut tergantung dari tingkatan tenaga dalam yang dikuasainya. Makin tinggi tenaga dalamnya, makin besar daya hancur terhadap sasarannya.
  7. Untuk meringankan tubuh.
  8. Untuk memperkuat memori otak.
  9. Untuk perawatan penyakit terutama penyakit yang tidak dapat dirawat oleh ilmu kedokteran modern.

Sebagian pengamal ilmu tenaga dalam mengatakan bahwa tenaga dalam dapat dijelaskan secara ilmiah. Namun hingga kini, belum ada kajian yang jelas secara ilmiah berkenaan tenaga dalam dan manfaatnya.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Tenaga_dalam


Maulid dan Manajemen Bisnis Rasulullah


Kelahiran Nabi Muhammad merupakan peristiwa yang tiada bandingnya ‎dalam sejarah umat manusia, karena kehadirannya telah membuka zaman baru dalam ‎pembangunan peradaban dunia bahkan alam semesta (rahmatul-lil’alamin 21:107) ‎Beliau adalah utusan Allah SWT yang terakhir sebagai pembawa kebaikan dan ‎kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. Michael Hart dalam bukunya, ‎menempatkan beliau sebagai orang nomor satu dalam daftar seratus orang yang ‎memiliki pengaruh yang sangat besar dalam sejarah. Kata Hart, “Muhammad Saw ‎terpilih untuk menempati posisi pertama dalam urutan seratus tokoh dunia yang paling ‎berpengaruh, karena beliau merupakan satu-satunya manusia yang memiliki ‎kesuksesan yang paling hebat di dalam kedua bidang-bidang sekaligus : agama dan ‎bidang duniawi”.‎

Kesuksesan Nabi Muhammad Saw telah banyak dibahas para ahli sejarah, baik ‎sejarawan Islam maupun sejarawan Barat. Salah satu sisi kesuksesan Nabi ‎Muhammad adalah kiprahnya sebagai seorang padagang (wirausahawan). Namun, sisi ‎kehidupan Nabi Muhammad sebagai pedagang dan pengusaha kurang mendapat ‎perhatian dari kalangan ulama pada momentum peringatan maulid Nabi. Karena itu, ‎dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw ini, kita ‎perlu merekonstruksi sisi tijarah Nabi Muhammad Saw, khususnya manajemen bisnis ‎yang beliau terapkan sehingga mencapai sukses spektakuler di zamannya.‎

Aktivitas Bisnis Muhammad

Reputasi Nabi Muhammad dalam dunia bisnis dilaporkan antara lain oleh ‎Muhaddits Abdul Razzaq. Ketika mencapai usia dewasa beliau memilih perkerjaan ‎sebagai pedagang/wirausaha. Pada saat belum memiliki modal, beliau menjadi ‎manajer perdagangan para investor (shohibul mal) berdasarkan bagi hasil. Seorang ‎investor besar Makkah, Khadijah, mengangkatnya sebagai manajer ke pusat ‎perdagangan Habshah di Yaman. Kecakapannya sebagai wirausaha telah ‎mendatangkan keuntungan besar baginya dan investornya.Tidak satu pun jenis bisnis ‎yang ia tangani mendapat kerugian. Ia juga empat kali memimpin ekspedisi ‎perdagangan untuk Khadijah ke Syiria, Jorash, dan Bahrain di sebelah timur ‎Semenanjung Arab.‎

Dalam literatur sejarah disebutkan bahwa di sekitar masa mudanya, Nabi ‎Saw banyak dilukiskan sebagai Al-Amin atau Ash-Shiddiq dan bahkan pernah ‎mengikuti pamannya berdagang ke Syiria pada usia anak-anak, 12 tahun. ‎

Lebih dari dua puluh tahun Nabi Muhammad Saw berkiprah di bidang ‎wirausaha (perdagangan), sehingga beliau dikenal di Yaman, Syiria, Basrah, Iraq, ‎Yordania, dan kota-kota perdagangan di Jazirah Arab. Namun demikian, uraian ‎mendalam tentang pengalaman dan keterampilan dagangnya kurang memperoleh ‎pengamatan selama ini.‎

Sejak sebelum menjadi mudharib (fund manager) dari harta Khadijah, ia ‎kerap melakukan lawatan bisnis, seperti ke kota Busrah di Syiria dan Yaman. Dalam ‎Sirah Halabiyah dikisahkan, ia sempat melakukan empat lawatan dagang untuk ‎Khadijah, dua ke Habsyah dan dua lagi ke Jorasy, serta ke Yaman bersama Maisarah. ‎Ia juga melakukan beberapa perlawatan ke Bahrain dan Abisinia. Perjalanan dagang ‎ke Syiria adalah perjalanan atas nama Khadijah yang kelima, di samping ‎perjalanannya sendiri- yang keenam-termasuk perjalanan yang dilakukan bersama ‎pamannya ketika Nabi berusia 12 tahun.‎

Di pertengahan usia 30-an, ia banyak terlibat dalam bidang perdagangan ‎seperti kebanyakan pedagang-pedagang lainnya. Tiga dari perjalanan dagang Nabi ‎setelah menikah, telah dicatat dalam sejarah: pertama, perjalanan dagang ke Yaman, ‎kedua, ke Najd, dan ketiga ke Najran. Diceritakan juga bahwa di samping perjalanan-‎perjalanan tersebut, Nabi terlibat dalam urusan dagang yang besar, selama musim-‎musim haji, di festival dagang Ukaz dan Dzul Majaz. Sedangkan musim lain, Nabi ‎sibuk mengurus perdagangan grosir pasar-pasar kota Makkah. Dalam menjalankan ‎bisnisnya Nabi Muhammad jelas menerapkan prinsip-prinsip manajemen yang jitu ‎dan handal sehingga bisnisnya tetap untung dan tidak pernah merugi.‎

Implementasi manajemen bisnis

Jauh sebelum Frederick W. Taylor (1856-1915) dan Henry Fayol mengangkat ‎prinsip manajemen sebagai suatu disiplin ilmu, Nabi Muhammad Saw. sudah ‎mengimplementasikan nilai-nilai manajemen dalam kehidupan dan praktek bisnisnya. ‎Ia telah dengan sangat baik mengelola proses, transaksi, dan hubungan bisnis dengan ‎seluruh elemen bisnis serta pihak yang terlihat di dalamnya. Bagaimana gambaran ‎beliau mengelola bisnisnya, Prof. Afzalul Rahman dalam buku Muhammad A Trader, ‎mengungkapkan: ‎

‎“Muhammad did his dealing honestly and fairly and never gave his customers ‎to complain. He always kept his promise and delivered on time the goods of quality ‎mutually agreed between the parties. He always showed a gread sense of ‎responsibility and integrity in dealing with other people”. Bahkan dia mengatakan: ‎‎“His reputation as an honest and truthful trader was well established while he was ‎still in his early youth”.‎

Berdasarkan tulisan Afzalurrahman di atas, dapat diketahui bahwa Nabi ‎Muhammad adalah seorang pedagang yang jujur dan adil dalam membuat perjanjian ‎bisnis. Ia tidak pernah membuat para pelanggannya komplen. Dia sering menjaga ‎janjinya dan menyerahkan barang-barang yang di pesan dengan tepat waktu. Dia ‎senantiasa menunjukkan rasa tanggung jawab yang besar dan integritas yang tinggi ‎dengan siapapun. Reputasinya sebagai seorang pedagang yang jujur dan benar telah ‎dikenal luas sejak beliau berusia muda.‎

Dasar-dasar etika dan menejemen bisnis tersebut, telah mendapat legitimasi ‎keagamaan setelah beliau diangkat menjadi Nabi. Prinsip-prinsip etika bisnis yang ‎diwariskan semakin mendapat pembenaran akademis di penghujung abad ke-20 atau ‎awal abad ke-21. Prinsip bisnis modern, seperti tujuan pelanggan dan kepuasan ‎konsumen (costumer satisfaction), pelayanan yang unggul (service exellence), ‎kompetensi, efisiensi, transparansi, persaingan yang sehat dan kompetitif, semuanya ‎telah menjadi gambaran pribadi, dan etika bisnis Muhammad Saw ketika ia masih ‎muda.‎

Pada zamannya, ia menjadi pelopor perdagangan berdasarkan prinsip ‎kejujuran, transaksi bisnis yang fair, dan sehat. Ia tak segan-segan ‎mensosialisasikannya dalam bentuk edukasi langsung dan statemen yang tegas kepada ‎para pedagang. Pada saat beliau menjadi kepala negara, law enforcement benar-benar ‎ditegakkan kepada para pelaku bisnis nakal. Beliau pula yang memperkenalkan asas ‎‎“Facta Sur Servanda” yang kita kenal sebagai asas utama dalam hukum perdata dan ‎perjanjian. Di tangan para pihaklah terdapat kekuasaan tertinggi untuk melakukan ‎transaksi, yang dibangun atas dasar saling setuju “Sesungguhnya transaksi jual-beli ‎itu (wajib) didasarkan atas saling setuju (ridla)….” Terhadap tindakan penimbunan ‎barang, beliau dengan tegas menyatakan: “Tidaklah orang yang menimbun barang ‎‎(ihtikar) itu, kecuali pasti pembuat kesalahan (dosa)!!!”‎

Sebagai debitor, Nabi Muhammad tidak pernah menunjukkan wanprestasi ‎‎(default) kepada krediturnya. Ia kerap membayar sebelum jatuh tempo seperti yang ‎ditunjukkannya atas pinjaman 40 dirham dari Abdullah Ibn Abi Rabi’. Bahkan kerap ‎pengembalian yang diberikan lebih besar nilainya dari pokok pinjaman, sebagai ‎penghargaan kepada kreditur. Suatu saat ia pernah meminjam seekor unta yang masih ‎muda, kemudian menyuruh Abu Rafi’ mengembalikannnya dengan seekor unta bagus ‎yang umurnya tujuh tahun. “Berikan padanya unta tersebut, sebab orang yang paling ‎utama adalah orang yang menebus utangnya dengan cara yang paling baik” ‎‎(HR.Muslim).‎

Sebagaimana disebut diawal, bahwa penduduk Makkah sendiri memanggilnya ‎dengan sebutan Al-Shiddiq (jujur) dan Al-Amin (terpercaya). Sebutan Al-Amin ini ‎diberikan kepada beliau dalam kapasitasnya sebagai pedagang. Tidak heran jika ‎Khadijah pun menganggapnya sebagai mitra yang dapat dipercaya dan ‎menguntungkan, sehingga ia mengutusnya dalam beberapa perjalanan dagang ke ‎berbagai pasar di Utara dan Selatan dengan modalnya. Ini dilakukan kadang-kadang ‎dengan kontrak biaya (upah), modal perdagangan, dan kontrak bagi hasil.‎

Dalam dunia manajemen, kata benar digunakan oleh Peter Drucker untuk ‎merumuskan makna efisiensi dan efektivitas. Efisiensi berarti melakukan sesuatu ‎secara benar (do thing right), sedangkan efektivitas adalah melakukan sesuatu yang ‎benar (do the right thing).‎

Efisiensi ditekankan pada penghematan dalam penggunaan input untuk ‎menghasilkan suatu output tertentu. Upaya ini diwujudkan melalui penerapan konsep ‎dan teori manajemen yang tepat. Sedangkan efektivitas ditekankan pada tingkat ‎pencapaian atas tujuan yang diwujudkan melalui penerapan leadership dan pemilihan ‎strategi yang tepat. ‎

Prinsip efisiensi dan efektivitas ini digunakan untuk mengukur tingkat ‎keberhasilan suatu bisnis. Prinsip ini mendorong para akademisi dan praktisi untuk ‎mencari berbagai cara, teknik dan metoda yang dapat mewujudkan tingkat efisiensi ‎dan efektivitas yang setinggi-tingginya. Semakin efisien dan efektif suatu perusahaan, ‎maka semakin kompetitif perusahaan tersebut. Dengan kata lain, agar sukses dalam ‎menjalankan binis maka sifat shiddiq dapat dijadikan sebagai modal dasar untk ‎menerapkan prinsip efisiensi dan efektivitas. ‎

Demikian sekelumit sisi kehidupan Nabi Muhammad dalam dunia bisnis yang sarat ‎dengan nilia-nilai manajemen, Semoga para pebisnis modern, dapat meneladaninya ‎sehingga mereka bisa sukses dengan pancaran akhlak terpuji dalam bisnis .

Agustianto

(Penulis ‎adalah Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), Dosen Pascasarjana ‎Ekonomi dan Keuangan Syariah UI dan Pascasarjana Islamic Economics and ‎Finance Universitas Trisakti dan Pascasarjana Bisnis dan Keuangan Islam ‎Universitas PARAMADINA dan Universitas Islam Negeri Jakarta). ‎




MAULID NABI DAN KEBANGKITAN UMMAT


Al-Qur'an telah merekam sebuah zaman yang sangat gelap. Kebodohan dan kesombongan menjadi kebanggaan. Anak-anak kecil laki-laki yang baru lahir dibunuh begitu saja. Fir'aun yang pada waktu itu paling berkuasa mengaku dirinya tuhan. Pada saat yang demikian menyedihkan itu Allah lahirkan seorang anak kecil, yang bernama Musa, di mana kelak ia terpilih sebagai Nabi yang mengajarkan kebenaran, membangkitkan kemanusiaan, dan menyelamatkan manusia dari kesesatan.

Al-Qur'an telah merekam sebuah zaman yang sangat gelap. Kebodohan dan kesombongan menjadi kebanggaan. Anak-anak kecil laki-laki yang baru lahir dibunuh begitu saja. Fir'aun yang pada waktu itu paling berkuasa mengaku dirinya tuhan. Pada saat yang demikian menyedihkan itu Allah lahirkan seorang anak kecil, yang bernama Musa, di mana kelak ia terpilih sebagai Nabi yang mengajarkan kebenaran, membangkitkan kemanusiaan, dan menyelamatkan manusia dari kesesatan. Jauh setelah zaman itu, pada pertengahan abad ke enam Masehi, muncul sebuah zaman yang sama. Syeikh Abul Hasan Nadwi melukiskannya sebagai puncak zaman hancurnya kemanusiaan. Akal yang Allah berikan kepada mereka, digusur dengan minuman-minuman keras yang sangat merajalela. Manusia pada waktu itu tidak lagi berjalan dengan akalnya, melainkan disetir oleh hawa nafsu kebinatangannya. Yang kuat memeras yang lemah. Wanita tidak lagi dianggap sebagai manusia, melainkan semata simbol seks dan pemuas hawa nafsu. Akidah yang dibawa para Nabi sebelumnya, lenyap ditelan kebodohan. Mereka tidak lagi menyembah Allah, Pencipta alam semesta, melainkan menyembah patung-patung yang mereka ciptakan sendiri. Buku-buku suci yang dibawa para Nabi, seperti Injil, mereka gerogoti kewahyuannya. (lihat Al Sirah Nabawiyah, oleh Abul Hasan Al Nadwi, Mansyuratul Maktabah Al Ashriyah, Bairut, 1981, hal. 19-67 ).

Jazirah Arab pada waktu itu benar-benar dalam puncak kegelapan dan kerendahan moral. Ustadz Sayyid Qutub menggambarkannya, bahwa kedzaliman pada saat itu menjadi suatu keharusan. Jika tidak berbuat dzalim, pasti didzalimi. Minuman yang yang memabukkan, bukan hanya kebiasaan, melainkan sebuah kebanggaan. Pernikahan yang berjalan di tengah masyarakat pada waktu ada empat macam :

(1). Nikah seperti biasa, yang laki-laki melamar perempuannya dan menikahinya. (2) Seorang suami yang menyuruh istrinya untuk berselingkuh dengan seorang yang ditentukan sampai hamil, dengan maksud untuk mendapatkan keturunan yang pandai, ini namanya nikah istibdha'. (3) Seorang perempuan melakukan hubungan dengan beberapa laki-laki, jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Setelah anak itu lahir, perempuan itu memanggil semua laki-laki yang menghubunginya, lalu ia menentukan bapak sang anak itu di antara mereka. (4) Seorang wanita melakukan hubungan dengan banyak laki-laki tak terbatas jumlahnya. Begitu wanita itu melahirkan, semua laki-laki yang pernah menghunginya berkumpul, lalu memilih siapa yang wajahnya mirip dengan anak itu sebagai bapaknya. ( lihat Ma'alim fit Tharieq, oleh Sayyed Qutub, Darusy Syuruq, Bairut 1980, hal.31-32 ).

Dari apa yang baru saja kita paparkan, terlihat dengan jelas bahwa kemanusiaan di Jazera Arab pada waktu itu sungguh sangat hancur. Sampai-sampai seorang yang bernama Abrahah tiba-tiba berniat untuk menghancurkan Ka'bah, tempat yang sangat Allah sucikan. Suatu tindakan kebodohan yang demikian jelas. Dan Abrahah memang serius untuk menghancurkan Ka'bah. Pada waktu itu ia dan pasukan gajahnya sudah berangkat dari Yaman menuju Makkah. Namun Allah Maha tahu akan niat jahat Abrahah. Sebelum mereka mencapai tujuannya Allah segera mengirimkan burung-burung Ababil, menyebarkan kepada mereka batu-batu api neraka yang menghanguskan. perhatikan QS.105:1-5 )

Tidak hanya itu, pada hari yang sama, dan dalam kondisi zaman yang demikian penuh dengan kebodohan ini, seorang bayi bernama Muhammad, Allah melahirkan dari rahim seorang Ibu bernama Aminah, tepatnya 12 Rabi'ul Awal, tahun Gajah. Muhammad, dialah yang kemudian Allah pilih sebagai seorang Rasul, pembawa risalahNya, kepadanya Allah turunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk jalan kehidupan. Sejak itu muncul sebuah zaman baru yang sangat mengagumkan bagi bangkitnya kemnusiaan. Manusia yang benar-benar manusia, tunduk kepada Allah Penciptanya dan pencipta segala mahluk. Keadilan benar-benar ditegakkan, dan kedzaliman dihancurkan. Wanita dihargai kemanusiannya, minuman keras dilarang, kerena merusak akal dan kejahiliahan diperangi dan dimusnahkan.

Kini kita sedang berada di sebuah zaman yang kembali penuh dengan proses penghancuran kemanusiaan, mirip dengan zaman jahiliyah sebelum Nabi SAW dilahirkan. Minuman keras disahkan, aurat wanita dipertontankan. Yang kuat memeras dan menghanguskan yang lemah. Ajaran Allah dicampakkan. Orang-orang yang mencintai Allah dicemoohkan dan dipersulit jalan hidupnya. Akankah dalam kondisi yang sangat menyedihkan ini - Allah melahirkan seorang bayi yang kelak bangkit menjadi pembaharu, meneruskan perjuangan Rasulullah, menegakkan kebenaran, keadilan dan kemanuisaan. Mari kita berdo'a dan mari mulai dari diri kita untuk mengamalkan ajaran Rasulullah dengan sesungguh-sungguhnya dan sejujur-jujurnya.

February 16, 2010

Sepuluh Shalawat Agung

1. Shalawat Awwalin

ﺍﻠﻠﻬﻡ ﺼﻞﻋﻟﻰ ﺴﻴﺪﻨﺎ ﻤﺤﻣﺪ ﻔﻲ ﺍﻷﻮﻠﻴﻥ٬ ﻮﺼﻞﻋﻟﻰ ﺴﻴﺪﻨﺎ ﻤﺤﻣﺪ ﻔﻲ ﺍﻷﺨﺭﻴﻦ٬ ﻮﺼﻞ ﻋﻟﻰ ﺴﻴﺪﻨﺎ ﻤﺤﻣﺪ ﻔﻲ ﺍﻠﻧﺒﻴﻴﻦ٬ ﻮﺼﻞ ﻋﻟﻰ ﺴﻴﺪﻨﺎ ﻤﺤﻣﺪ ﻔﻲ ﺍﻠﻤﺮﺴﻠﻴﻦ٬ ﻮﺼﻞﻋﻟﻰ ﺴﻴﺪﻨﺎ ﻣﺤﻣﺪ ﻔﻲ ﺍﻠﻣﻺ ﺍﻷﻋﻟﻰﺍﻠﻰ ﻴﻮﻢﺍﻟﺪ ﻴﻦ

“Ya Allaah limpahkanlah shalawat (rahmat) kepada penghulu kami (Nabi) Muhammad di kalangan orang-orang terdahulu, limpahkanlah shalawat kepada penghulu kami (Nabi) Muhammad di kalangan orang-orang kemudian, limpahkanlah shalawat kepada penghulu kami (Nabi) Muhammad di kalangan para nabi, limpahkanlah shalawat kepada penghulu kami (Nabi) Muhammad di kalangan para rasul, limpahkanlah shalawat kepada penghulu kami (Nabi) Muhammad di alam yang tinggi sampai hari kemudian.”

2. Shalawat Ummiy

ﺍﻠﻠﻬﻢ ﺼﻞ ﻋﻠﻰ ﺴﻴﺪﻨﺎ ﻤﺤﻤﺪ٬ ﻋﺒﺪ ﻚ ﻮﻨﺒﻴﻚ ﻮﺮﺴﻮ ﻠﻚ ﺍﻠﻨﺒﻲﺍﻻﻤﻲ

“Ya Allaah limpahkanlah shalawat kepada penghulu kami (Nabi) Muhammad, hamba-Mu, nabi-Mu, dan rasul-Mu, yang ummiy.”

3. Shalawat Munjiyat

ﺍﻠﻠﻬﻡ ﺼﻞﻋﻟﻰ ﺴﻴﺪ ﻧﺎﻣﺤﻣﺪ٬ ﺼﻼﺓ ﺘﻨﺠﻴﻧﺎ ﺒﻬﺎ ﻤﻥ ﺠﻤﻴﻊ ﺍﻷﻫﻮﺍﻞ ﻮﺍﻻﻓﺎﺖ٬ ﻮﺘﻘﻀﻰ ﻠﻨﺎ ﺒﻬﺎ ﻤﻥ ﺠﻤﻴﻊﺍﻠﺤﺎﺠﺎﺖ٬ ﻮﺘﻄﻬﺭﻨﺎﺒﻬﺎ ﻤﻥ ﺠﻤﻴﻊ ﺍﻠﺴﻴﺌﺎﺖ٬ ﻮﺘﺭﻔﻌﻧﺎ ﺒﻬﺎﻋﻧﺪ ﻚﺍﻋﻠﻰﺍﻠﺪ ﺮﺟﺎﺖ٬ ﻮﺘﺒﻠﻐﻧﺎ ﺒﻬﺎ ﺍﻘﺼﻰ ﺍﻠﻐﺎﻴﺎﺕ٬ ﻤﻥ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻠﺨﻴﺮﺍﺕ ﻔﻰﺍﻠﺤﻴﺎﺓ ﻮﺒﻌﺪ ﺍﻠﻤﻤﺎ ﺕ

“Ya Allaah limpahkanlah shalawat kepada penghulu kami (Nabi) Muhammad, suatu shalawat yang (barakah-nya) menyebabkan kami selamat dari semua ketakutan dan malapetaka, menunaikan semua hajat kami, menyucikan kami dari semua kejahatan, mengangkat kami ke derajat yang tinggi, dan menyampaikan semua cita-cita kami, berupa kebaikan dunia dan akhirat.”

4. Shalawat Nariyah

ﺍﻠﻠﻬﻢ ﺻﻠﻰ ﺻﻼﺓ ﻜﺎ ﻤﻠﺔ ﻮﺴﻠﻡ ﺴﻼﻤﺎ ﺘﺎ ﻤﺎ ﻋﻠﻰ ﺴﻴﺪ ﻦ ﻤﺤﻤﺪ ﻦ ﺍﻠﺬ ﺘﻨﺤﻞ ﺒﻪ ﺍﻠﻌﻗﺪ٬ ﻮﺘﻨﻓﺮﺝ ﺒﻪ ﺍﻠﻜﺮﺐ٬ ﻮﺘﻗﻀﻰ ﺒﻪ ﺍﻠﺤﻮﺍﺌﺞ٬ ﻮﺘﻨﺎﻞ ﺒﻪ ﺍﻠﺮﻏﺎﺌﺐ٬ ﻮﺤﺴﻦ ﺍﻠﺨﻮﺍ ﺘﻢ ﻮﻴﺴﺘﺴﻗﻰ ﺍﻠﻐﻤﺎ ﻢ٬ ﺒﻮ ﺠﻬﻪ ﺍﻠﻜﺮﻴﻢ٬ ﻮﻋﻠﻰ ﺁﻠﻪ ﻮﺼﺤﺒﻪ٬ ﻔﻰ ﻜﻞ ﻠﻤﺤﺔ ﻮﻨﻓﺲ٬ ﺒﻌﺪﺪ ﻜﻞ ﻤﻌﻠﻮﻢ ﻠﻚ

“Ya Allaah limpahkanlah shalawat yang sempurna dan kesejahteraan yang paripurna kepada penghulu kami (Nabi) Muhammad, (yang dengan barakahshalawat itu) dilepaskan semua ikatan, dilenyapkan segala kesusahan, ditunaikan segenap kebutuhan, diperoleh segala keinginan, dicapai akhir yang baik, diberikan minum dari awan (dengan) barakah wajahnya yang mulia, dan (juga) kepada keluarga dan sahabatnya, dalam setiap kejapan mata dan tarikan nafas, sebanyak pengetahuan yang Engkau miliki.”

5. Shalawat Ibrahimiyyah

ﺍﻠﻠﻬﻢ ﺼﻞ ﻋﻠﻰ ﺴﻴﺪﻨﺎ ﻤﺤﻤﺪ٬ ﻮﻋﻠﻰ ﺁﻞ ﺴﻴﺪﻨﺎ ﻤﺤﻤﺪ٬ ﻜﻤﺎ ﺼﻠﻴﺖ ﻋﻠﻰ ﺴﻴﺪﻨﺎ ﺇﺒﺮﻫﻴﻢ٬ ﻮﻋﻠﻰ ﺁﻞ ﺴﻴﺪﻨﺎ ﺇﺒﺮﻫﻴﻢ٬ ﻮﺒﺎﺮﻚ ﻋﻠﻰ ﺴﻴﺪﻨﺎ ﻤﺤﻤﺪ٬ ﻮﻋﻠﻰ ﺁﻞ ﺴﻴﺪﻨﺎ ﻤﺤﻤﺪ٬ ﻜﻤﺎ ﺒﺎﺮﻜﺖ ﻋﻠﻰ ﺴﻴﺪﻨﺎ ﺇﺒﺮﻫﻴﻢ٬ ﻮﻋﻠﻰ ﺁﻞ ﺴﻴﺪﻨﺎ ﺇﺒﺮﻫﻴﻢ٬ ﻔﻰ ﺍﻠﻌﺎ ﻠﻤﻴﻦ ﺍﻨﻚ ﺤﻤﻴﺪ ﻤﺠﻴﺪ

“Ya Allaah limpahkanlah shalawat kepada penghulu kami (Nabi) Muhammad, dan kepada keluarga penghulu kami (Nabi) Muhammad, sebagaimana telah Engkau limpahkan shalawat kepada penghulu kami (Nabi) Ibrahim, dan kepada keluarga penghulu kami (Nabi) Ibrahim, dan barakahi-lah penghulu kami (Nabi) Muhammad, dan kepada keluarga penghulu kami (Nabi) Muhammad, sebagaimana Engkau mem-barakahi penghulu kami (Nabi) Ibrahim dan keluarga penghulu kami (Nabi) Ibrahim, di alam raya ini sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia.”

6. Shalawat al Fatih

ﺍﻠﻠﻬﻢ ﺼﻞ ﻮﺴﻠﻢ ﻮﺒﺎﺮﻚ ﻋﻠﻰ ﺴﻴﺪ ﻥ ﻤﺤﻤﺪ ﻥ ﺍﻠﻔﺎ ﺘﺢ ﻠﻤﺎ ﺃﻏﻠﻕ٬ ﻮﺍﻠﺨﺎﺘﻢ ﻠﻤﺎ ﺴﺑﻕ٬ ﻮﻨﺎﺻﺮﺍﻠﺤﻕ ﺒﺎﺍﻠﺤﻕ٬ ﻮﺍﻠﻬﺎﺪﻱ ﺍﻠﻰ ﺼﺮﺍﻄﻚ ﺍﻠﻤﺴﺘﻘﻴﻢ٬ ﻮﻋﻠﻰﺍﻠﻪ ﻮﺍﺻﺤﺎﺒﻪ ﺤﻖ ﻘﺪ ﺮﻩ ﻮﻤﻘﺪﺍﺮﻩ ﺍﻠﻌﻅﻴﻡ

“Ya Allaah limpahkanlah shalawat, kesejahteraan, keberkahan kepada penghulu kami (Nabi) Muhammad; pembuka hal-hal yang terkunci; penutup perkara-perkara yang terdahulu; sang penolong kebenaran dengan kebenaran; dan penunjuk jalan kepada jalan-Mu yang lurus; dan (limpahkan pula) kepada keluarganya, para sahabatnya dengan sebenar-benar kedudukan dan tingkatannya yang agung.”

7. Shalawat Nuuril Abshar

ﺍﻠﻠﻬﻢ ﺼﻞ ﻋﻠﻰ ﺴﻴﺪﻨﺎ ﻤﺤﻤﺪ٬ ﻄﺐ ﺍﻠﻗﻠﻮﺐ ﻮﺪﻮﺍﺌﻬﺎ٬ ﻮﻋﺎﻔﻴﺔ ﺍﻷﺒﺪﺍﻦ ﻮﺸﻓﺎﺌﻬﺎ٬ ﻮﻨﻮﺍﻷﺒﺼﺎﺮ ﻮﻀﻴﺎﺌﻬﺎ٬ ﻮﻋﻠﻰﺁﻠﻪ ﻮﺼﺤﺑﻪ ﻮﺴﻠﻢ

“Ya Allaah limpahkanlah shalawat kepada penghulu kami (Nabi) Muhammad, kesembuhan semua hati dan obatnya, kesehatan semua badan dan kesehatannya, cahaya semua penglihatan dan sinarnya, dan (limpahkan pula) kepada keluarganya dan para sahabatnya dan (limpahkan pula) kesejahteran.”

8. Shalawat Nuuril Anwar

ﺍﻠﻠﻬﻢ ﺼﻞ ﻋﻠﻰ ﻨﻮﺮ ﺍﻷﻨﻮﺍﺮ٬ ﻮﺴﺮ ﺍﻷﺴﺮﺍﺮ٬ ﻮﺘﺮﻴﺎ ﻖ ﺍﻷﻏﻴﺎﺮ٬ ﻮﻤﻓﺘﺎﺡ ﺑﺎﺐ ﺍﻠﻴﺴﺮ ﺴﻴﺪﻨﺎ ﻮﻤﻮﻻﻨﺎ ﻤﺤﻤﺪ ﻥ ﺍﻠﻤﺨﺘﺎﺮ٬ ﻮﺁﻠﻪ ﺍﻷﻄﻬﺮ٬ ﻮﺍﺼﺤﺎ ﺑﻪ ﺍﻷﺨﻴﺎﺮﻋﺪﺪ ﻨﻌﻢ ﺍﷲ ﻮﺇﻔﻀﺎﻠﻪ

“Ya Allaah limpahkanlah shalawat kepada cahaya di antara segala cahaya, rahasia di antara segala rahasia, penawar duka, dan pembuka pintu kemudahan, junjungan dan pemimpin kami, sang insan pilihan, (juga kepada) keluarganya yang suci, para sahabatnya yang mulia, sebanyak nikmat Allaah dan anugerah Allaah.”

9. Shalawat Haji

ﺍﻠﻠﻬﻢ ﺼﻞ ﻮﺴﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﺴﻴﺪﻨﺎ ﻤﺤﻤﺪ٬ ﻮﻋﻠﻰ ﺁﻞ ﺴﻴﺪﻨﺎ ﻤﺤﻤﺪ٬ ﺼﻼﺓ ﻮﺴﻼﻤﺎ ﺘﺒﻠﻐﻨﺎ ﺒﻬﻤﺎ ﺤﺞ ﺒﻴﺘﻚ ﺍﻠﺤﺮﺍﻢ٬ ﻮﺘﺮﻘﻨﺎ ﺒﻬﻤﺎ ﺰﻴﺎﺮﺓ ﻘﺒﺮ ﻨﺒﻴﻚ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻔﻀﻞ ﺍﻠﺼﻼﺓ ﻮﺍﺰﻜﻰﺍﻠﺴﻼﻢ٬ ﻔﻰﻠﻄﻒ٬ ﻮﻋﺎﻔﻴﺔ ﻮﺒﺮﻜﺔ٬ ﻮﺍﺴﺘﻗﺎﻤﺔ٬ ﻮﺒﻠﻮﻍﺍﻠﻤﺮﺍﻢ٬ ﻋﺪﺪ ﺨﻠﻗﻚ٬ ﻮﺮﻀﺄﻨﻓﺴﻚ٬ ﻮﺰﻨﺔﻋﺮﺸﻚ٬ ﻮﻤﺪﺍﺪﻜﻠﻤﺎﺘﻚ

“Ya Allaah limpahkanlah shalawat dan kesejahteraan kepada penghulu kami (Nabi) Muhammad, dan (limpahkan pula) kepada keluarga penghulu kami (Nabi) Muhammad, shalawat dan kesejahteraan (yang dengannya) Engkau menyampaikan kami dapat menunaikan haji ke Baitik al Haram, dan memberikan anugerah kepada kami dapat menziarahi Nabi-Mu, atasnya shalawat yang paling utama dan kesejahteraan yang paling suci, dalam kelembutan, kesehatan, keberkahan, ke-istiqamah-an, dan tercapai cita-cita, sejumlah ciptaan-Mu, sepenuh keridlaan-Mu, seberat ‘arsy-Mu, dan sebanyak tinta untuyk menulis kalimat-Mu.”

10. Shalawat Badawiyyah

ﺍﻠﻠﻬﻢ ﺼﻞ ﻮﺴﻠﻢ ﻮﺒﺎﺮﻚ ﻋﻠﻰ ﺴﻴﺪﻨﺎ ﻮﻤﻮﻻﻨﺎ ﻤﺤﻤﺪ٬ﺸﺠﺮﺓ ﺍﻷﺼﻞ ﺍﻠﻨﻮﺮﺍﻨﻴﺔ٬ ﻮﻠﻤﻌﺔ ﺍﻠﻗﺒﻀﺔ ﺍﻠﺮﺤﻤﺎﻨﻴﺔ٬ ﻮﺃﻔﻀﻞ ﺍﻠﺨﻠﻴﻗﺔ ﺍﻹﻨﺴﺎﻨﻴﺔ٬ ﻮﺃﺸﺮﻒ ﺍﻠﺼﻮﺮﺓ ﺍﻠﺠﺴﻤﺎﻨﻴﺔ٬ ﻮﻤﻌﺪﻦ ﺍﻷﺴﺮﺍﺮ ﺍﻠﺮﺒﺎﻨﻴﺔ٬ ﻮﺨﺰﺍﺌﻦ ﺍﻠﻌﻠﻮﻢ ﺍﻹﺼﻃﻓﺎﺌﻴﺔ٬ ﺼﺎﺤﺐ ﺍﻠﻗﺒﻀﺔ ﺍﻷﺼﻠﻴﺔ٬ ﻮﺍﻠﺒﻬﺠﺔ ﺍﻠﺴﻨﻴﺔ٬ ﻮﺍﻠﺮﺘﺒﺔ ﺍﻠﻌﻠﻴﺔ٬ ﻤﻦﺍﻨﺪﺮﺠﺔ ﺍﻠﻨﺒﻴﻮﻦ ﺘﺤﺖ ﻠﻮﺍﺌﻪ٬ ﻔﻬﻢﻤﻨﻪ ﻮﺇﻠﻴﻪ٬ ﻮﺼﻞ ﻮﺴﻠﻢ ﻮﺒﺎﺮﻚﻋﻠﻴﻪ٬ ﻮﻋﻠﻰ ﺁﻠﻪ ﻮﺼﺒﻪ٬ ﻋﺪﺪ ﻤﺎ ﺨﻠﻗﺖ٬ ﻮﺮﺰﻘﺖ٬ ﻮﺃﻤﺖ٬ ﻮﺃﺤﻴﻴﺖ٬ ﺇﻠﻰﻴﻮﻢ ﺘﺒﻌﺚ ﻤﻦ ﺃﻔﻨﻴﺖ٬ ﻮﺴﻠﻢ ﺘﺴﻠﻴﻤﺎ ﻜﺘﻴﺮﺍ٬ ﻮﺍﻠﺤﻤﺪ ﷲ ﺮﺐ ﺍﻠﻌﺎﻠﻤﻴﻦ

“Ya Allaah limpahkanlah shalawat, kesejahteraan, dan keberkahan kepada penghulu dan pemimpin (Nabi) Muhammad; pohon asal cahaya; cahaya genggaman Sang Rahman; insan paling utama; gambaran jasmani yang paling mulia; sumber rahasia-rahasia ke-Tuhan-an; khazanah ilmu-ilmu pilihan; pemilik genggaman kealian; keelokan yang luhur; derajat yang tinggi, yang semua Nabi berteduh di bawah panjinya, maka (para Nabi) mereka bersumber darinya dan akan menuju padanya; dan (limpahkanlah) shalawat, kesejahteraan, dan keberkahan kepadanya dan (limpahkan pula) kepada keluarganya; sebanyak jumlah makhluk yang Engkau ciptakan; yang Engkau berikan rizki; yang Engkau matikan; yang Engkau hidupkan; (hingga ketika) hari (di mana) Engkau bangkitkan mereka yang Engkau matikan sebelumnya; dan (limpahkanlah) kesejahteraan sebanyak-banyaknya; dan segala puji hanya bagi Allaah, Tuhan semesta alam.”

http://almahmud.multiply.com/journal/item/13

February 12, 2010

Jauhi Tiga Perkara!

Manusia diciptakan kemuka bumi ini untuk mengelola sesuatu yang ada didalamnya dengan sebenar-benarnya, dan juga untuk menghamba kepada Sang Khalik Allah Swt.dengan mentaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.Setiap perbuatan manusia akan dimintai pertanggung jawabannya di akherat kelak, maka jalan apa yang akan ditempuh itulah pilihan setiap individu, yang pada akhirnya manusia akan merasakan bahagia atau sengsara.

Rasulullah saw memberikan jaminan kepada kaum muslimin selama mereka terbebas dari tiga perkara sebelum kematian terjadi pada dirinya, beliau bersabda:

مَنْ مَاتَ وَهُوَ بَرِيْءٌ مِنْ ثَلاَثٍ : أَلْكِبْرُ وَالْغُلُوْلُ وَالدَّيْنُ دَخَلَ الْجَنَّةَ


Barangsiapa yang mati dan ia terbebas dari tiga hal, yakni sombong, fanatisme dan utang maka ia akan masuk surga (HR. Tirmidzi(.

Hadis diatas menunjukkan kepada kita semua sebagai ummat Nabi Muhammad untuk hindari tiga perkara tersebut yaitu : memiliki sifat sombong, fanatisme kepada golongan dan juga memiliki hutang yang belum dibayar. Kesemuanya parkara tersebut berdampak negatif bagi setiap jiwa muslim.


1. Sombong.

Sombong adalah sifat yang dimiliki manusia dengan menganggap dirinya lebih dengan meremehkan orang lain, karenanya orang yang takabbur itu seringkali menolak kebenaran, apalagi bila kebenaran itu datang dari orang yang kedudukannya lebih rendah dari dirinya, Rasulullah Saw bersabda:

اَلْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

Takabbur itu adalah menolak kebenaran dan dan menghina orang lain (HR. Muslim).

Sombong merupakan sifat iblis laknatullah, dengan sebab itulah ia divonis ingkar/kafir kepada Allah Swt, sebagaimana firman Allah Swt :
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: “bersujudlah kamu kepada Adam”, maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang sujud. Allah berfirman: Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) diwaktu Aku menyuruhmu?. Iblis menjawab: aku lebih baik daripadanya, Engkau ciptakan aku dari api, sedang dia Engkau ciptakan dari tanah. Allah berfirman: turunlah kamu dari syurga itu, karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina (QS 7:11-13, lihat pula QS 40:60).

Ada banyak dampak negatif atau bahaya dari sifat sombong ini, diantara adalah: Pertama, Tidak senang pada saran apalagi kritik, hal ini karena ia sudah merasa sempurna, tidak punya kekurangan, apalagi bila kesombongan itu tumbuh karena usianya yang sudah tua dengan segudang pengalaman, ia akan menyombongkan diri kepada orang yang muda, atau sombong karena ilmunya banyak dengan gelar kesarjanaan.

Kedua, Tidak senang terhadap kemajuan yang dicapai orang lain, hal ini karena apa yang menjadi sebab kesombongannya akan tersaingi oleh orang itu yang menyebabkan dia tidak pantas lagi berlaku sombong, karenanya orang seperti ini biasanya menjadi iri hati (hasad) terhadap keberhasilan, kemajuan dan kesenangan yang dicapai orang lain, bahkan kalau perlu menghambat dan menghentikan kemajuan itu dengan cara-cara yang membahayakan seperti memfitnah, permusuhan hingga pembunuhan.

Ketiga, Menolak kebenaran meskipun ia meyakininya sebagai sesuatu yang benar, hal ini difirmankan Allah Swt di dalam Al-Qur’an: Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan (QS 27:14).

Keempat, Dibenci Allah Swt yang menyebabkannya tidak akan masuk syurga. Allah Swt berfirman: Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong (QS 16:23).

Di dalam hadits, Rasulullah Saw bersabda:

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبرٍْ


Tidak masuk syurga orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari sifat kesombongan (HR. Muslim).


2. Ta'asshub atau Fanatisme.

Ta'asshub atau yang dikenal fanatic kepada perorangan atau kelompok tertentu, hal tersebut terjadi ditengah-tengah masyarakat dan tidak bisa dipungkiri bahwa manusia termasuk kaum muslimin hidup dengan latar belakang yang berbeda-beda, termasuk latar belakang kelompok, baik karena kesukuan, kebangsaan maupun golongan-golongan berdasarkan organisasi maupun paham keagamaan dan partai politik, hal ini disebut dengan ashabiyah. Para sahabat seringkali dikelompokkan menjadi dua golongan, yakni Muhajirin (orang yang berhijrah dari Makkah ke Madinah) dan Anshar (orang Madinah yang memberi pertolongan kepada orang Makkah yang berhijrah). Pada dasarnya golongan-golongan itu tidak masalah selama tidak sampai pada fanatisme yang berlebihan sehingga tidak mengukur kemuliaan seseorang berdasarkan golongan, hal ini karena memang Allah Swt mengakuinya, hal ini terdapat dalam firman Allah yang artinya:
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS 49:13).

Manakala seseorang memiliki fanatisme yang berlebihan terhadap golongan sehingga segala pertimbangan dan penilaian terhadap sesuatu berdasarkan golongannya, bukan berdasarkan nilai-nilai kebenaran, maka hal ini sudah tidak bisa dibenarkan, inilah yang disebut dengan ashabiyah yang sangat dilarang di dalam Islam, apalagi bila seseorang sampai mengajak orang lain untuk bersikap demikian, lebih-lebih bila seseorang siap mati untuk semua itu, maka Rasulullah Saw tidak mau mengakui orang yang demikian itu sebagai umatnya, hal ini terdapat dalam hadits Nabi Saw:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا اِلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ قَاتَلَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ مَاتَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ

Bukan golongan kami orang yang menyeru kepada ashabiyah, bukan golongan kami orang yang berperang atas ashabiyah dan bukan golongan kami orang yang mati atas ashabiyah (HR. Abu Daud)

3. Utang.

Dalam hidup ini, manusia seringkali melakukan hubungan muamalah dengan sesamanya, salah satunya adalah transaksi jual beli. Namun dalam proses jual beli tidak selalu hal itu dilakukan secara tunai atau seseorang tidak punya uang padahal ia sangat membutuhkannya, maka iapun meminjam uang untuk bisa memenuhi kebutuhannya, inilah yang kemudian disebut dengan utang. Sebagai manusia, apalagi sebagai muslim yang memiliki harga diri, sedapat mungkin utang itu tidak dilakukan, apalagi kalau tidak mampu membayarnya, kecuali memang sangat darurat, karena itu seorang muslim harus hati-hati dalam masalah utang, Rasulullah Saw bersabda:


Berhati-hatilah dalam berutang, sesungguhnya berutang itu suatu kesedihan pada malam hari dan kerendahan diri (kehinaan) pada siang hari (HR. Baihaki)

Bagi seorang muslim, utang merupakan sesuatu yang harus segera dibayar, ia tidak boleh menyepelekannya meskipun nilainya kecil. Bila seorang muslim memiliki perhatian yang besar dalam urusan membayar utang, maka ia bisa menjadi manusia yang terbaik. Rasulullah Saw bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ خَيْرُهُمْ قَضَاءً

Sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam membayar utang (HR. Ibnu Majah).

Namun apabila manusia yang berutang tidak mau memperhatikan atau tidak mau membayarnya, maka hal itu akan membawa keburukan bagi dirinya, apalagi dalam kehidupan di akhirat nanti, hal ini karena utang yang tidak dibayar akan menggerogoti nilai kebaikan seseorang yang dikakukannya di dunia, kecuali bila ia memang tidak mempunyai kemampuan untuk membayarnya, Rasulullah Saw bersabda:

اَلدَّيْنُ دَيْنَانِ فَمَنْ مَاتَ وَهُوَيَنْوِىْ قَضَاءَهُ فَأَنَا وَلِيُّهُ وَمَنْ مَاتَ وَلاَيَنْوِىْ قَضَاءَهُ فَذَالِكَ الَّذِىْ يُؤْخَذُمِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ يَوْمَئِذٍ دِيْنَارٌ وَلاَدِرْهَمٌ.


Utang itu ada dua macam, barangsiapa yang mati meninggalkan utang, sedangkan ia berniat akan membayarnya, maka saya yang akan mengurusnya, dan barangsiapa yang mati, sedangkan ia tidak berniat akan membayarnya, maka pembayarannya akan diambil dari kebaikannya, karena di waktu itu tidak ada emas dan perak (HR. Thabrani).

Ketiga perkara tersebut jangan sampai terjadi pada diri kita sebagai ummat Islam. Sehebat apapun orang/golongan/partai yang kita ikuti, namun ketika berbuat salah maka seyogyanya bagi kita untuk mengislahnya jangan taklid buta. Hindari sifat yang selalu mendewakan diri sendiri, mengenggap lebih dari orang lain. Milikilah sifat yang selalu menerima pemberian dari Allah Swt (Qona'ah), jangan sampai kita memiliki hutang karena selalu tidak puas terhadap rizki yang kita dapatkan.
ِ

ايَّاكُمْ وَالدَّيْنِ فَاِنَّهُ هَمٌّ بِاللَّيْلِ وَمَذَلَّةٌ بِالنَّهَاِر

Wallahu A'lam Bisshawab.




February 11, 2010

KH. Hasan Basri

Foto :
Alm. KH. Hasan Basri - Perawat Depok II




February 9, 2010

Detik-Detik Maulid Nabi SAW

Waktu yang ditunggu-tunggu itu belum datang juga, namun beberapa orang masih terus mencari. Mereka menelusuri ujung-ujung kota Mekkah. Dari satu tempat ke tempat lain, orang-orang yang merindukan kehadiran seorang pembebas itu tak lupa bertanya kepada orang-orang yang mereka jumpai di setiap tempat. Mereka bertanya begini kepada setiap orang, “Siapakah di antara kalian yang memiliki bayi laki-laki?”. Namun tak seorang pun mengiyakan pertanyaannya. Orang awam tentu tidak memahami maksud pertanyaan itu, namun orang-orang itu tidak juga berhenti untuk mencari dan menanyakan dimana gerangan bayi laki-laki yang dilahirkan. Semuanya ini dilakukan untuk membuktikan kepercayaan yang selama ini diyakininya. Bahwa dunia yang telah rusak sedang menanti kedatangannya.

Hingga pada suatu pagi.

Sebagaimana aktifitas yang telah diberlakukan semenjak zaman nabi Ibrahim a.s, setiap bayi yang lahir pada saat itu segera di-thawaf-kan. Ini tidak lain untuk mendapatkan hidup yang penuh barokah, yakni bertambahnya kebaikan lahir dan batin, serta mengharapkan kemuliaan dan petunjuk dari Allah s.w.t. Tidak terkecuali bagi seorang sayyid Abdul Muththalib, yang terkenal masih bersih dalam urusan teologi. Begitu mengetahui cucu laki-lakinya lahir, maka segeralah beliau membawa bayi itu menuju Ka’bah, lalu Thawaf, membawa bayi itu mengelilingi Ka’bah tujuh kali sambil berdoa kepada Allah s.w.t.

***

Tepat sesaat setelah sayyid Muththalib memasuki rumah setelah men-thawaf-kan cucunya, lewatlah seseorang yang selama beberapa hari ini mencari kelahiran seorang bayi laki-laki. Saat itu, orang yang sudah cukup tua tersebut masih menanyai kepada setiap orang yang dia temui, “Siapakah di antara kalian yang memiliki bayi laki-laki?”. Pada saat itulah sayyid Muththalib menyadari ada seorang tua yang mencari bayi laki-laki.

Dipanggilnya orang tua itu, lalu beliau berkata kepadanya, “Saya punya bayi laki-laki, tapi, tolong katakan, apa kepentingan anda mencari bayi laki-laki?”.

Saya ingin melihat bayi laki-laki yang baru lahir. Itu saja”, jawab orang tua tersebut yang sekonyong-konyong muncul semangat baru dalam dirinya. Tanpa memberikan kesulitan apapun, sayyid Muththalib mempersilahkan orang tua itu masuk ke rumahnya untuk melihat bayi yang dimaksud.

Apa yang terjadi saat orang tua itu melihat bayi yang ditanyakannya, adalah hal yang tidak pernah dibayangkan oleh sayyid Muththalib. Sang sayyid memang tidak pernah berpikir apa pun. Sebagai layaknya seorang kakek yang berbahagia mempunyai cucu, beliau cukup bersyukur sang cucu dilahirkan dalam keadaan sehat wal afiat. Namun, bagi orang tua yang sedang mencari sesuatu itu tidak demikian. Begitu melihat bayi dan menemukan ciri-ciri sebagaimana disebutkan dalam kitab yang dia baca, serta informasi dari orang-orang terdahulu, orang tua itu berseru, “Benar, benar sekali ciri-cirinya, inilah bayi yang akan menjadi Nabi akhir zaman kelak…”. Dalam kebengongan sayyid Muththalib, pingsanlah orang tua yang selama ini mencari-cari bayi laki-laki tersebut, lalu wafat pada saat itu juga.

***

Orang-orang yang mencari bayi laki-laki saat itu, termasuk seorang tua yang akhirnya mendapatkannya dan pingsan, adalah para agamawan yang meyakini akan kehadiran seorang Nabi akhir zaman. Mereka sangat teguh memegang berita akan kemunculan nabi akhir zaman ini. Semakin kuat keyakinan mereka, semakin mereka meninggalkan urusan-urusan dunianya guna menanti atau mencari nabi akhir zaman itu. Penantian nabi akhir zaman itu, selain berkat informasi dari kitab-kitab mereka, saat itu, mereka juga sangat merasakan bahwa keadaan membutuhkan kehadiran sang Nabi.

Sedang sang bayi yang ditunggu adalah bayi Muhammad Shalla-llâhu ‘alayhi wa sallama, bayi yang kelak menjadi nabi terakhir.

Demikianlah, akhir dari kisah pencarian pendeta-pendeta serta segenap agamawan pada zaman pra Nabi Muhammad s.a.w. Pencarian atas apa yang diisyaratkan dalam kitab-kitab mereka, bahwa akan diutusnya nabi akhir zaman untuk meluruskan kembali aqidah-aqidah yang telah bengkok.

Dari kisah ini, kita mengetahui betapa pada waktu itu masyarakat mengelu-elukan kehadiran Nabi Muhammad s.a.w. ‘Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin’. (QS. 9:128). Hampir setiap kaum tahu bahwa ketika situasi sudah sangat rusak, nabi akhir zaman akan muncul. Namun, dari mana dia lahir, hal itu yang tidak pernah diketahui secara pasti. Yang diketahui pada saat itu adalah ciri-ciri tempat, posisi bintang, ciri-ciri bayi, dan lain sebagainya.

Dalam kitab-kitab lama, ciri-ciri tersebut ditulis secara jelas. Hingga masyarakat yang membaca kitab-kitab itu pun akan mengetahui pula. Tidak sekedar mengetahui, tapi mereka juga berkeinginan untuk dekat dengan nabi akhir zaman tersebut.

Salah satu yang diimpikan oleh berbagai kaum saat itu, adalah harapan agar nabi akhir zaman itu muncul dari keturunannya. Hal demikian tentu sangat manusiawi. Maka, untuk mewujudkan impian itu, banyak kaum yang melakukan migrasi dari kampung halamannya, untuk mencari tempat yang disebutkan ciri-cirinya oleh kitab-kitab lama.

Ada beberapa tempat yang saat itu menjadi pilihan para pencari nabi akhir zaman. Tempat-tempat itu antara lain adalah Mekkah, Madinah (Yathrib) serta Yaman. Salah satu dari tiga tempat itu diyakini menjadi tempat nabi akhir zaman dilahirkan. Banyak juga para agamawan yang menduga nabi akhir zaman masih akan muncul dari kawasan Jerusalem atau Damaskus.

***

Untuk kasus Mekkah, orang-orang atau kaum non Quraisy yang minoritas adalah kaum pendatang yang sengaja tinggal di Mekkah untuk menanti kedatangan nabi akhir zaman. Sedangkan kasus migrasi di Madinah, orang-orang Yahudi-lah yang banyak menempati kota tersebut waktu itu. Suku bangsa seperti Bani Nadhir, Quraizah, Qainuqa’ dan suku-suku kecil lainnya, yang sering muamalahnya menghiasi sejarah Islam dan târîkh Nabi s.a.w, adalah keluarga-keluarga Yahudi yang bermigrasi dari berbagai kawasan, baik dari Jerusalem, Yaman, maupun yang lainnya, ke daerah Madinah untuk menanti nabi akhir zaman. Migrasi-migrasi itu terjadi dengan harapan nabi akhir zaman muncul dari keturunan mereka, selain, tentunya, mengharapkan barokah tadi. Migrasi ke Madinah ini dilakukan sudah cukup lama, setidaknya mereka telah mendiami Madinah sekitar 100 tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad s.a.w.

Banyak sekali suku-bangsa yang percaya akan datangnya nabi akhir zaman. Mulai dari Ethiopia (Al-Habsyi) hingga Damaskus (Dimasyqa), serta dari Yaman hingga negeri-negeri Rusia. Semuanya menanti kedatangannya.

***

Sang nabi akhir zaman itu telah lahir. Namun, sangat disayangkan, Allah s.w.t telah dengan cepat memanggil para agamawan yang menjadi “saksi kunci” kebenaran Muhammad s.a.w ke sisi-Nya. Seolah-olah sebuah drama yang penuh liku, sedikit demi sedikit, para agamawan yang diharapkan kesaksiannya telah wafat. Tidak bisa dibayangkan, andaikata para agamawan ini, dan segenap murid serta keturunannya, masih hidup serta senantiasa mengikuti perkembangan bayi Nabi Muhammad s.a.w. hingga pada usia-usia dewasa dan kenabian, tentu sejarah akan berbicara lain.

Memang, kasus-kasus wafatnya para agamawan setelah melihat tanda-tanda adanya kenabian, seperti yang terjadi pada orang tua itu, bukanlah yang pertama kali. Dalam rekaman sejarah, banyak sekali informasi yang membahasnya, bahkan sejak zaman sayyid Abdullah—ayahanda Nabi Muhammad s.a.w.—belum menikah dengan sayyidah Aminah, dan juga pada masa-masa dalam kandungan sayyidah Aminah. Hingga pada suatu waktu di kemudian hari, tepatnya 40 tahun setelah kelahiran nabi, sejarah juga kehilangan seorang agamawan-monotheis yang informasi spiritualnya sangat berharga bagi keberlangsungan keyakinan terhadap adanya nabi akhir zaman.

Dalam hadits yang diriwayatkan sayyidah ‘Aisyah r.a. disebutkan bahwa setelah mendapatkan wahyu, sayyidah Khadîjah r.a.—bersama nabi—mendatangi pamannya, Waraqah bin Naufal, untuk meminta advis atas apa yang baru saja terjadi pada nabi. Waraqah bin Naufal adalah seorang agamawan ahli kitab suci.

Setelah Nabi Muhammad s.a.w. menceritakan semua yang terjadi kepada beliau—di gua hira itu—langsung saja Waraqah terperanjat dan menjawabnya,”Itu adalah Namûs yang diturunkan Allah s.w.t. kepada Musa a.s. Ya Tuhan, semoga saja aku masih hidup ketika orang-orang mengusir nabi ini…”.

Waraqah tahu, bahwa yang menemui Nabi Muhammad s.a.w adalah Namûs, alias malaikat Jibril a.s., yang pernah menemui Nabi Musa a.s. dulu. Pengakuan Waraqah ini mirip dengan peristiwa yang terjadi beberapa tahun kemudian, saat Nabi Muhammad s.a.w. membacakan ayat al-Qur’an di hadapan jin, maka jin itu berkomentar, “Mereka berkata, ’Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (yaitu al-Qur'an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. [QS. 46:30].

Dan Waraqah tahu, bahwa yang ada di depannya saat itu adalah seorang nabi, yang di kemudian hari akan diusir oleh kaumnya sendiri dari tanah kelahirannya. Tapi, harapan Waraqah untuk menjadi saksi perilaku orang-orang terhadap Nabi Muhammad s.a.w. tidak kesampaian. Beberapa hari setelah itu, beliau wafat. Untuk ke sekian kalinya, Allah s.w.t memanggil hambanya yang bisa menjadi “saksi spritiual” atas kenabian Muhammad s.a.w. Tapi, itulah, Allah s.w.t tentu memiliki kehendak-kehendak tersendiri yang tidak pernah kita ketahui.

***

Dengan wafatnya beberapa agamawan yang menjadi saksi kebenaran kelahiran sang nabi, terputus pula informasi-informasi ini. Situasi informasi tentang nabi akhir zaman kembali ke titik nol. Namun inti berita yang ada dalam kitab-kitab tentang akan diutusnya nabi akhir zaman saat itu masih ada. Karena realitas teologis memang membutuhkannya. Hanya berita ini yang telah diketahui oleh para agamawan di berbagai tempat, sebagaimana berita akan kelahirannya. Dan mereka hanya bisa memegang keyakinannya, tanpa ada kemampuan untuk mencarinya, sebagaimana pendahulu-pendahulu mereka menemukan waktu saat-saat dilahirkannya Nabi Muhammad s.a.w. Nampaknya, agamawan yang baru membaca kitab-kitab suci itu lebih percaya bahwa nabi akhir zaman sudah benar-benar lahir di dunia ini.

Memang banyak ditemukan beberapa anak laki-laki yang memiliki nama Ahmad atau Muhammad pada masa pra kenabian. Menamakan Ahmad atau Muhammad karena orang tuanya sangat berharap anaknya menjadi nabi. Tetapi, para agamawan tentu sudah memiliki wasilah atau cara tersendiri untuk menentukan “validitas stempel” yang ada pada seorang nabi, apa lagi nabi akhir zaman. Maka, mereka tinggal menanti detik-detik kedatangan risalah dan deklarasi kenabian sang nabi akhir zaman itu.

***

Secara umum, bisa dikatakan bahwa kebanyakan para agamawan saat itu sudah mengetahui bahwa nabi akhir zaman akan diturunkan dari keluarga tertentu, dan di tempat tertentu. Ada saja yang mengetahui, atau setidaknya meyakini, bahwa nabi akhir zaman itu muncul dari keluarga Bani Hasyim, di daerah Mekkah, dan lain sebagainya. Ini misalnya terjadi kepada seorang pedagang dari Mekkah yang berjulukan Atîq, saat berdagang ke Yaman. Sebagai pedagang yang juga intelektual, kemana pun pergi beliau tidak lupa untuk berkunjung ke kalangan agamawan.

Saat beliau menemui seorang agamawan di Yaman, dan beliau ditanya tentang asal daerah serta dari keluarga apa, maka setelah mendapatkan jawaban, sang agamawan itu menyatakan, “Nanti akan ada nabi akhir zaman dari daerah kamu dan dari keluarga kamu”. Beliau—Atîq—percaya atas informasi yang disampaikan agamawan Yaman itu. Begitu sang nabi muncul dan mendakwahkan kembali ajaran-ajaran Tauhîd [monotheisme] yang hilang, dia –Atîq– pun segera bersaksi atas kebenaran ajaran itu. Beliau menjadi laki-laki pertama yang membenarkan risalah yang dibawa Nabi Muhammad s.a.w. Saat masuk Islam itu, beliau mengganti nama menjadi Abû Bakar, yang kelak menjadi sahabat utama sang nabi akhir zaman dan mendapatkan gelar Ash-Shiddîq, yang senantiasa membenarkan. Ini adalah jawaban atas pertanyaan, kenapa Abû Bakar r.a. selalu saja membenarkan kebenaran Muhammad.

***

Dalam al-Qur’an, Allah s.w.t. berfirman, “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: "Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya". Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?". Mereka menjawab: "Kami mengakui". Allah berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”. [QS. 3:81]

Para nabi berjanji kepada Allah s.w.t. bahwa bilamana datang seorang Rasul bernama Muhammad mereka akan iman kepadanya dan menolongnya. Perjanjian nabi-nabi ini mengikat pula para ummatnya. Namun, manusia selalu melakukan penentangan terhadap keputusan-keputusan Allah s.w.t. Para manusia itu ingkar, sebagaimana diceritakan dalam al-Qur’an, “Dan setelah datang kepada mereka Al Qur'an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka—maksudnya kedatangan Nabi Muhammad s.a.w. yang tersebut dalam Taurat dimana diterangkan sifat-sifatnya—, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la'nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.(QS. 2:89)

Itulah manusia yang sangat tidak beruntung dengan melakukan penolakan terhadap kenabian Muhammad s.a.w. Maka, sangat tepat jika Nabi Muhammad s.a.w. bersabda dalam hadits yang penulis nukil pada permulaan di atas. Bahwa orang yang menjadi saudara Nabi s.a.w. adalah orang yang tidak pernah melihat Nabi s.a.w. namun percaya akan kenabian dan selalu membenarkan sabda-sabda beliau. Orang-orang yang tidak pernah bertemu dengan Nabi s.a.w. tapi selalu membenarkan beliau itulah yang merupakan orang-orang paling utama di antara orang-orang beriman. Ya Allah, tetapkanlah kami untuk selalu beriman kepada-Mu dan kepada Nabi-Mu.

Âmîn.

(Disarikan dari beberapa buku, terutama kitab Syarah Al-Barzanjî)

http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/hikmah/993-detik-detik-maulid-nabi-saw





February 3, 2010

Berita Duka : H. Hasan Basri

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Innalillahi wa inna ilaihi roji'un.... Telah meninggal dunia dengan tenang Bp. H. Hasan Basri (Perawat Al-Hikmah) Jl. Flamboyan Depok II Jawa Barat, demikian informasi disampaikan. Alfaatihah.... Semoga amal jariyah dan ilmunya yang telah diberikan terus mengalir, dan semoga beliau ditempatkan di tempat yang mulia di sisi Allah SWT.

Wassalam......

Mulianya Sikap Memaafkan

Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Al Qur’an adalah sikap memaafkan:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh. (QS. Al-A'raf 7:199)

Dalam ayat lain Allah berfirman:

وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

"...dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An Nuur, 24:22)

Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur'an akan merasa sulit memaafkan orang lain. Sebab, mereka mudah marah terhadap kesalahan apa pun yang diperbuat. Padahal, Allah telah menganjurkan orang beriman bahwa memaafkan adalah lebih baik:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

... dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. At Taghaabun, 64:14)

Berlandaskan hal tersebut, kaum beriman adalah orang-orang yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an :

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

"Yaitu orang2 yang menginfakkan hartanya ketika lapang dan sempit dan menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain." (QS. Ali ‘Imraan, 3:134)

Menurut Harun Yahya Para peneliti percaya bahwa pelepasan hormon stres, kebutuhan oksigen yang meningkat oleh sel-sel otot jantung, dan kekentalan yang bertambah dari keping-keping darah, yang memicu pembekuan darah menjelaskan bagaimana kemarahan meningkatkan peluang terjadinya serangan jantung. Ketika marah, detak jantung meningkat melebihi batas wajar, dan menyebabkan naiknya tekanan darah pada pembuluh nadi, dan oleh karenanya memperbesar kemungkinan terkena serangan jantung.

Pemahaman orang-orang beriman tentang sikap memaafkan sangatlah berbeda dari mereka yang tidak menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur'an. Meskipun banyak orang mungkin berkata mereka telah memaafkan seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hati mereka. Sikap mereka cenderung menampakkan rasa marah itu. Di lain pihak, sikap memaafkan orang-orang beriman adalah tulus. Karena mereka tahu bahwa manusia diuji di dunia ini, dan belajar dari kesalahan mereka, mereka berlapang dada dan bersifat pengasih. Lebih dari itu, orang-orang beriman juga mampu memaafkan walau sebenarnya mereka benar dan orang lain salah. Ketika memaafkan, mereka tidak membedakan antara kesalahan besar dan kecil. Seseorang dapat saja sangat menyakiti mereka tanpa sengaja. Akan tetapi, orang-orang beriman tahu bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah, dan berjalan sesuai takdir tertentu, dan karena itu, mereka berserah diri dengan peristiwa ini, tidak pernah terbelenggu oleh amarah.

Menurut penelitian terakhir, para ilmuwan Amerika membuktikan bahwa mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat baik jiwa maupun raga. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik, tidak hanya secara batiniyah namun juga jasmaniyah. Sebagai contoh, telah dibuktikan bahwa berdasarkan penelitian, gejala-gejala pada kejiwaan dan tubuh seperti sakit punggung akibat stress [tekanan jiwa], susah tidur dan sakit perut sangatlah berkurang pada orang-orang ini.

Memaafkan, adalah salah satu perilaku yang membuat orang tetap sehat, dan sebuah sikap mulia yang seharusnya diamalkan setiap orang
Dalam bukunya, Forgive for Good [Maafkanlah demi Kebaikan], Dr. Frederic Luskin menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stres. Menurut Dr. Luskin, kemarahan yang dipelihara menyebabkan dampak ragawi yang dapat teramati pada diri seseorang. Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa:

Permasalahan tentang kemarahan jangka panjang atau yang tak berkesudahan adalah kita telah melihatnya menyetel ulang sistem pengatur suhu di dalam tubuh. Ketika Anda terbiasa dengan kemarahan tingkat rendah sepanjang waktu, Anda tidak menyadari seperti apa normal itu. Hal tersebut menyebabkan semacam aliran adrenalin yang membuat orang terbiasa. Hal itu membakar tubuh dan menjadikannya sulit berpikir jernih – memperburuk keadaan.

Sebuah tulisan berjudul "Forgiveness" [Memaafkan], yang diterbitkan Healing Current Magazine [Majalah Penyembuhan Masa Kini] edisi bulan September-Oktober 1996, menyebutkan bahwa kemarahan terhadap seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan emosi negatif dalam diri orang, dan merusak keseimbangan emosional bahkan kesehatan jasmani mereka. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa orang menyadari setelah beberapa saat bahwa kemarahan itu mengganggu mereka, dan kemudian berkeinginan memperbaiki kerusakan hubungan. Jadi, mereka mengambil langkah-langkah untuk memaafkan. Disebutkan pula bahwa, meskipun mereka tahan dengan segala hal itu, orang tidak ingin menghabiskan waktu-waktu berharga dari hidup mereka dalam kemarahan dan kegelisahan, dan lebih suka memaafkan diri mereka sendiri dan orang lain.

Semua penelitian yang ada menunjukkan bahwa kemarahan adalah sebuah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Memaafkan, di sisi lain, meskipun terasa berat, terasa membahagiakan, satu bagian dari akhlak terpuji, yang menghilangkan segala dampak merusak dari kemarahan, dan membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat, baik secara lahir maupun batin. Namun, tujuan sebenarnya dari memaafkan –sebagaimana segala sesuatu lainnya – haruslah untuk mendapatkan ridha Allah. Kenyataan bahwa sifat-sifat akhlak seperti ini, dan bahwa manfaatnya telah dibuktikan secara ilmiah, telah dinyatakan dalam banyak ayat Al Qur’an, adalah satu saja dari banyak sumber kearifan yang dikandungnya.

Mulai saat inilah tidak ada kata terlambat bagi kita untuk selalu introspeksi diri, sejauh mana dada dan hati kita memaafkan kesalahan orang lain atau meminta maaf atas segala kesalahan kita. Hindari sikap egoisme dalam diri yang membuat setiap manusia lupa akan hakikat jati dirinya. Karena manusia yang besar adalah manusia yang dapat mengendalikan hawa nafsunya, tidak mudah marah, lapang dada dan hatinya serta selalu mementingkan kemaslahatan ummah.

Source : ditulis oleh ust.agus handoko
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/component/content/article/22-pengajian/1260-mulianya-sikap-memaafkan