Jafar ash-Shâdiq, yang penulis angkat nasihatnya dari buku Muhammad al-Ghazali Rakâ’iz al-Imân Baina al-‘Aql wa al-Qalb, lebih jauh memberi sembilan nasihat pokok kepada ‘Unwân yang mendesak untuk dinasihati. Beliau berkata: Aku menasihatimu dengan sembilan hal. Tiga menyangkut latihan kejiwaan, tiga menyangkut kelapangan dada, dan tiga lainnya menyangkut pengetahuan.
Yang menyangkut latihan kejiwaan adalah: Jangan sekali-kali memakan sesuatu yang hatimu tidak menginginkannya, karena itulah yang dapat menimbulkan kekeraskepalaan, jangan juga makan jika engkau tidak lapar, dan bila engkau makan, ucapkanlah Bismillâh dan ingatlah hadits Rasulullah saw. yang menyatakan: “Tidak ada suatu wadah yang dipenuhkan manusia yang lebih buruk dari perutnya. Kalaupun ia harus memenuhkannya, maka hendaklah sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga sisanya untuk pernafasannya.”
Tidak dapat disangkal bahwa untuk hidup kita perlu makan, tetapi bukan untuk makan kita hidup. Agama tidak membenarkan kita mengurangi kadar kebutuhannya dari makanan yang bergizi, karena itu dapat menghambat fungsi biologis dan kewajiban ibadah kepada-Nya, tetapi itu tidak berarti berlebih-lebihan dalam kadar dan ragam makanan.
Beruntung siapa yang memiliki kemampuan jika melaksanakan tuntunan ini, dan beruntung pula yang kondisi kesehariannya tidak memungkinkan ia berlebih-lebihan, selama keadaannya itu dijadikannya titik tolak untuk mempraktekkan pesan Rasul saw. dan nasihat cucu beliau itu.
Yang pertama menyangkut kelapangan dada adalah: Siapa yang berkata kepadamu: “Jika engkau mengucapkan satu kata (buruk), kamu akan mendengar dariku sepuluh,” maka katakanlah kepadanya: “Bila engkau mengucapkan sepuluh kata, maka engkau tidak akan mendengar dariku walau satu kata.” Yang kedua adalah: Siapa yang memakimu, maka katakanlah kepadanya: “Jika makianmu benar, maka aku bermohon semoga Allah mengampuniku, dan bila keliru, maka semoga Allah mengampunimu.” Yang ketiga adalah: Siapa yang mengancammu dengan kebinasaan, maka jawablah ancamannya dengan nasihat dan doa.
Kata atau kalimat, memiliki wadah, isi wadah bisa baik dan bisa buruk, dan bisa juga tidak berisi sesuatu. Wadah yang kecil jika berisi sesuatu yang berharga, jauh lebih baik dari wadah yang besar yang berisi sesuatu yang kurang nilainya. Di sisi lain, wadah yang tidak berisi sesuatu apapun, lebih baik dari yang berisi sampah yang menjijikkan. Kata atau kalimat diibaratkan juga sebagai ovum. Menanggapinya sama dengan membuahi ovum itu dengan sperma. Pertemuan antara sperma dan ovum – melahirkan anak-anak atau kalimat baru yang beranak cucu, dan bila tidak terjadi pertemuan atau tidak dibuahi, ia menjadi sia-sia bagaikan haid yang keluar setiap bulannya dari rahim seorang wanita dewasa.
Nasihat Ja’far ash-Shâdiq di atas adalah berkaitan dengan kata-kata buruk. Beliau melarang menanggapinya. Ini, agar tidak lahir anak-anak baru dari pertemuan kata/kalimat dengan kalimat yang pada gilirannya mengakibatkan putusnya hubungan.
Adapun yang menyangkut ilmu, maka nasihatku adalah: “Tuntutlah ilmu dengan tujuan mengamalkannya; bertanyalah kepada yang tahu apa yang engkau tidak tahu, tetapi jangan bertanya untuk menguji; dan menghindarlah dari berfatwa sebagaimana menghindar dari singa. Apakah engkau ingin batang lehermu menjadi jembatan yang dilalui orang menuju ke neraka?”
Demikian sembilan nasihat yang cukup jelas untuk dipahami, walau tidak mudah melaksanakannya. Namun demikian, semoga kita mampu. Demikian, wallâhu a’lam.
Disunting dari Buku "Menjemput Maut" karya M. Quraish Shihab.
http://www.psq.or.id/
No comments:
Post a Comment