January 27, 2010

Husnudzon terhadap Para Imam Sebagai Pijakan Psikologis Ahlussunnah

Bismillahi Rahman Arrahim al Hamdulillahi Rabil Alamin washalatu wasalamu ala asyrafil anbiyai wal Mursalin waala alihi washahbihi. Ama' Ba'du. Wajib bagi para mukmin akan menjaga hakikat dan memperkuat akidah salafus salihin dari segala yang merusak akidah dan prasangka terhadap para salihin, tokoh-tokoh Ahlu Sunah wal Jamah atau para A’imah, imam-imam.

Sebab sering timbul prasangka-prasangka yang kurang baik terhadap para a’immatu shalihin, para imam-imam yang sholih. Akhirnya kita akan mengukur kealiman, kealamahan para ulam al Mutaqadimin, ulama-ulama terdahulu. Seperti para tokoh-tokoh tasawuf, tokoh fuqaha, tokoh-tokoh ahli tauhid, dan tokoh-tokoh ahli hadis. Tokoh-tokoh Tauhid seperti Imam Abu Hasan al Asy’ari dan Imam Abu Mansur al Mathuridi.

Jika sudah timbul prasangka-prasangka yang kurang baik, mana mungkin kita bisa menjaga tauhid, menjaga keimanan kita. Padahal ilmu-ilmu kita, kita bisa beriman pada Allah dan RasulNya, kita terima melalui mereka. Ilmu-ilmu beliau seperti lautan tiada bertepian.

Dalam segala ilmu, pan-pan, cabang-cabang, dalam ilmu agama beliau-beliau sangat menguasai. Terutama ilmu hadIts, ilmu Tafsir, ilmu Sanad dalam ilmu Silsilahnya, ilmu Khilaf, ilmu Fiqh, Balaghoh, Mantiq, Bayan Maani-nya. Beliau-beliau itu sangat mumpuni sekali. Sehingga tahu persis ayat dengan ayat yang terkait, hadits dengan hadits yag terkait dan lain sebagainya. Mereka paham dimana harus berijtihad demi kepentingan umat.

Mengambil salah satu ayat yang berdekatan dengan peramasalahan, andaikata didalam suatu permasalahan itu sendiri tidak terdapat dalam keterangan hadits atau ayat yang tegas. Atau mengambil salah satu hadits yang bentuknya mujmal, tidak merupakan tafsil; perincian-perincian didalam permasalahan. Maka itulah, beliau-beliau sangat hati-hati sekali didalam menentukan, atau memutuskan suatu permasalahan.

Menghindarkan dari kepentingan ra’yu atau pendapat akal, dan pendapat nafsu seperti pendapat manusia pada umumnya. Beliau lebih jauh berpikir: bagaimana cara menghindarkan hal-hal tersebut. Maka kearifan, kealimannya dan lain sebagainya, dan ahwaliyahnya-akwaliyahnya tidak diragukan lagi. Allah Taala telah memberikan satu bukti-bukti yang cukup kuat untuk kita semua. Sepeti karangan-karangan beliau sampai sekarang.

Satu contoh saja, Safinah al Naja, Sulam al Munajat, Sulam taufiq, Bajuri dan lain-lainnya. Semua atau seluruh kalangan pondok pesantren sampai Mesir-pun mengakui: tidak pernah meninggalkan kitab-kitab yang pernah dikarang oleh beliau-beliau.

Contoh yang kami tuliskan tadi, apa yang diterapkan dalam akidah-akidah kalangan ahli tasawuf. Terutama yang di pegang; ijtihadnya Imamuna al Ghazali dalam menerangkan dunia tasawuf. Lain daripada Imam Gazali masih banyak lagi tokoh-tokoh lainnya. Tapi paling ringan diantara kalangan ahli tasawuf adalah kitabnya Imam Ghazali. Beliau mempunyai suatu prinsip; bagaimana membuat dasar-dasar untuk kalangan ahli tasawuf.

Maka kalau sudah terjadi prasangka terhadap beliau-beliau: prasangka buruk atau mengukur tentang kealamahan beliau. Justru kita tidak akan berhasil apa-apa, malah kita sendiri yang akan rugi. Karena apa? Beliau-beliau sudah jauh langkahnya sedangkan kita baru hitungan satu langkah dua langkah, mengukur orang yang langkahnya sudah ribuan kilo meter.

Habib Luthfi
http://www.habiblutfiyahya.net/index.php?option=com_content&view=article&id=91%3Ahusnudzon-terhadap-para-imam-sebagai-pijakan-psikologis-ahlu-sunnah&catid=37%3Aartikel&Itemid=30&lang=id

No comments:

Post a Comment